Perjuangan yang sebenarnya
Aku akan menceritakan sebuah kisah yang menurutku
menjadi sejarah yang sangat bermanfaat untukku. Ngomong-ngomong, aku sedang
menuliskannya sekarang dihadapan komputer, dan sebentar lagi akan ku publish.
Berawal dari keinginanku menjauh dari keluarga,
sehingga aku memililh melanjutkan pendidikan ke pondok pesantren. Awalnya aku
buta tentang pondok. Apa itu pondok? Aku tidak tahu, yang kutahu pondok itu
seperti sekolah yang isinya mengaji saja. Tetapi ternyata tidak. Di pondok aku
bisa mendapat ilmu banyak sekali. Ilmu tentang banyak hal, yang bisa digunakan
kelak di masyarakat.
Disamping mondok aku juga sekolah formal. Aku
memilih sekolah di SMP, karena aku mulai mondok pada tingkat SLTP. Entah kenapa
aku memilih kesana, yang penting hatiku
sreg saja sekolah disana.
Aku
mulai tertarik disana karena banyak kegiatan, sehingga aku bisa melupakan
sejenak kemelut yang ada di rumah.
“Vir,
kamu ikut gabung ekskul apa?”
“banyak,
sih. Tapi aku seneng aja ikut semua” jawabku. Sedangkan temanku Fafa geleng-geleng
kepala, “Nggak capek kau vir?”
“
capek, sih. Tapi aku seneng” jawabku sambil menyunggingkan senyum ceria.
ketika aku mengikuti banyak kegiatan, aku merasa
bebas. Rasa berat akan keadaan rumah yang kacau menghilang sejenak karena ada
kegiatan yang mengalihkannya. Tapi, ada kalanya aku merasa seperti bayangan ketika bersama banyak
orang. Aku banyak membantu, namun jarang ada orang yang tahu bahwa akulah yang
membantu. Sedih, sih. Tapi gimana lagi. Namanya juga karakter orang berbedsa-
beda. Membantu orang itu tanpa pamrih, lebih baik ikhlas karena Allah.
Ketika aku mengikuti ekstra jurnalis dan media, aku
mendapat ilmu banyak sekalil, sampai aku memegang prinsipnya. Jurnalis itu tidak boleh sakit, jurnalis itu
tidak boleh lemah. Lantas aku berpikir, ‘benar juga, ya. Seorang jurnalis itu tidak boleh sakit karena jika dia
sakit maka dia tidak akan bisa mencari berita. Sedangkan kalau jurnalis tidak
boleh lemah, mereka akan ketinggalan berita.’
Mulai
saat itu aku memperkuat imun tubuhku supaya tidak ketinggalan berita dan tidak
sakit. Jadi aku bisa menuliskan berita untuk isi majalah.
Pembaca
yang beerbahagia. Bersambung di chapter selanjutnya, ya. Insyaallah akan saya
lanjutkan di minggu depan.
Aghnia jihan
(26 Oktober 2019)
0 Komentar