Segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan kita semua nikmat, taufiq, dan hidayahnya sehingga kita bisa
merasakan nikmat nya iman dan indahnya islam
Tak lupa shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada
nabi kita yakni Nabi Muhammad SAW, karena berkat bimbingan beliau lah kita bisa merasakan damainya agama
islam.
Ingatkah kisah Nabi Nuh ‘alaihissalam, seribu dikurang
lima puluh tahun lamanya beliau menyeru kaumnya. Selama itu Beliau berdakwah,
tak banyak yang mau beriman padanya. Bahkan istri dan anak Sang Penyeru pun,
tidak ketinggalan menjadi jejeran manusia yang ingkar kepadanya.
Jika kita gunakan kacamata manusia, tentu akan banyak
yang mengira bahwa Beliau adalah seorang yang gagal. Banyangkan saja, selama
hampir seribu tahun berdakwah, umatnya hanya belasan. Itu artinya, rata-rata
dalam 50 tahun berdakwah hanya ada 1 orang yang beriman dan menjadi pengikut
Beliau. Bayangkan hal tersebut, 50 tahun berdakwah hanya mendapat 1 orang
pengikut saja!
Akan tetapi, hal tersebut tidaklah sama
dengan penilaian Allah Ta’ala, Allah tidak menyatakan bahwa Beliau adalah
seorang yang gagal. Bahkan sebaliknya, Allah tetapkan Beliau sebagai nabi yang
mulia. Tak sampai disitu, Allah pun mengabadikan namanya sebagai nama salah
satu surat dalam Al-Qur’an. Tentu saja, Beliau adalah satu dari lima nabi
dengan gelar “Ulul ‘Azmi”, Nabi Nuh ‘alaihis salam.
Begitulah Para Santri Sekalian, jika dalam hidup ini
yang kita tuju adalah kesuksesan di mata manusia, maka kegagalan akan selalu
melekat di pelupuk mata. Namun, jika yang kau cari adalah ridha Ilahi, Ia tidak
akan pernah menyia-nyiakan usahamu.
“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Hud : 115).
Untukmu, yang kegagalan terus menyapa…
(1) Tetaplah bersabar. Janganlah kepayahan hidup
membuatmu menerjang larangan Allah.
(2) Pahamilah bahwa di balik itu bisa jadi ada hikmah
yang indah. Belum tentu sesuatu yang kita rasa baik, itu baik menurut Allah,
dan sebaliknya.
(3) Ingatlah bahwa hidup itu untuk menguji siapakah
yang lebih baik amalannya.
Iringi kehidupan ini dengan penuh rasa syukur, walau
tak semuanya seindah yang kita inginkan. Bukankah kita telah memiliki nikmat
terbesar, yang selalu didamba orang kafir yang telah mati, yang kini disiksa di
dalam kubur? Yaitu hidup di atas keimanan.
Iringi kehidupan ini dengan penuh rasa syukur, walau
tak semuanya seindah yang kita inginkan. Bukankah kita telah memiliki nikmat
terbesar, yang selalu didamba orang kafir yang telah mati, yang kini disiksa di
dalam kubur? Yaitu hidup di atas keimanan.
Manisnya keimanan itu dapat dirasakan oleh
seorang mukmin, yaitu lezatnya ketaatan kepada Allah. Apakah kita sudah
menikmatinya? Nikmat salat, membaca Al Quran, bersedekah… Jika belum, maka
bersedihlah. Milikilah sifat-sifat ini, agar iman terasa manis:
(1) Mencintai Allah dan rasul-Nya lebih daripada
siapapun selain keduanya.
(2) Mencintai orang lain semata-mata karena Allah.
(3) Merasa benci untuk kembali kepada kekafiran
setelah diselamatkan oleh Allah sebagaimana enggan untuk dilemparkan ke dalam
api.
Apakah sebetulnya rasa dari manisnya iman ini?
Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim
mengatakan bahwa yang dimaksud manisnya iman adalah merasakan kelezatan dalam
melakukan ketaatan.
Mari kita renungkan, adakah kita merasa lezat dan
nikmat ketika melakukan ketaatan?
Ketika salat, sudahkah kita menikmati salat? Kita
nikmat ketika berlama-lama dalam salat. Ataukah kita menjadi orang yang ketika
salat di belakang imam terkadang atau sering ngegrundel,
“Duh, Imamnya lama banget…”
“Duh, suratnya ga dikenal, bakalan panjang deh ini.”
Dan akhirnya pikiran pun melanglang buana entah
kemana.
Adakah kita merasakan nikmat ketika membaca Al Quran?
Atau kita merasa berat hanya ‘tuk sekedar mengangkat mushaf?
Adakah kita merasa bahagia ketika ada kesempatan
bersedekah dan berinfaq ? Atau kita masih termasuk orang-orang yang harus
memaksa diri untuk melakukan ini semua?
Dan bagaimanakah pula dengan ketaatan-ketaatan
lainnya?
Jika sudah, maka syukurilah, karena itu berarti
manisnya iman sudah masuk ke dalam relung hati kita.
Jika sebaliknya, maka bersedihlah, karena sungguh kita
telah luput dari salah satu kenikmatan yang agung di kehidupan dunia yang fana
ini.
Periksalah, apakah kita sudah memiliki syarat untuk
merasakan manisnya iman?
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga sifat, barangsiapa yang
memilikinya maka dia akan merasakan manisnya iman; menjadikan Allah dan
rasul-Nya lebih dicintai daripada (siapapun) selain keduanya, mencintai lain
semata-mata karena Allah, dan merasa benci (enggan) untuk kembali kepada
kekafiran setelah diselamatkan oleh Allah sebagaimana enggan untuk dilemparkan
ke dalam api.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Semoga dengan adanya artikel ini bisa menambah
semangat santri dalam berjuang menuntut ilmu di pesantren tercinta ini. Akhir
kata jangan pernah menyerah untuk menjadi apa yang kalian inginkan karena Allah SWT punya rencana terbaik bagi kita semua.
0 Komentar