Penyesalan



        Kau tahu rasanya menyesal, kau tahu rasanya kehilangan, jika kau tahu... maka kau akan paham dengan cerita ini.                                     

                          Ayah..... kau tahu bagaimana dengan diriku sekarang.

       Andai waktu bisa untuk kuputar kembali, pasti akan kuperbaiki diri ini.

oleh: Huda Nur Afifudin (Sang penandai)
     
  Fajar menyingsing, matahari mulai keluar dari persembunyiannya. terdengar suara ketukan pintu dari luar ''Ini pasti bapak.'' Gerutu Gita di dalam hati. Gita membuka pintu kamarnya dia mendapati seorang paruh baya.
 ''Ngapain bapak di sini?!, bapak ngak tahu ini masih pagi.'' Gita meninggikan suaranya.
 ''Ini bapak cuma mau beri tahu kalau makannya sudah matang.'' Jawab bapak Gita dengan nada lembut dan pelan.
 ''Itu doang, iya nanti Gita sarapan tapi..., bapak pergi dulu gita mau ganti baju.''
 Gita kembali masuk ke kamar untuk bersiap-siap berangkat bersekolah setelah siap Gita menuju ke ruang makan disana ayahnya sudah menunggu. Dengan senyum ia mempersilahkan putri kesayangannya untuk duduk.
 ''Hari ini lauknya apa pak.?'' Tanya gita dengan nada lembut.
 ''hari ini cuma ada tempe goreng sama sambal.'' Jawab ayah gita tak kalah lembut.
 ''cuma tempe!! kalau bapak ngasih makan aku tempe terus aku mau jadi apa nanti, penjual tempe hah!!!.'' Nada suara Gita meninggi, ''bodo amat deh, Gita mau berangkat sekolah aja.''
 Hari ini sama seperti hari yang Gita lewati kemarin- kemarin berangkat sekolah dengan perasaan marah. Sesampainya di sekolah Gita bergaul seperti biasa layaknya anak yang lain tanpa memikirkan masalahnya yang berada dirumah 'ayah' ya itu masalahnya, sebenarnya bukan tapi Gita lah yang menganggapnya sebagai masalah.
  Saat gita sedang bercengkrama dengan teman-temannya datanglah mona, gadis cantik blasteran indo-jermis, tapi sayang dia adalah gadis paling congkak diantara gadis yang congkak dia berjalan melenggang mendekati Gita ia mengeluarkan smart phonenya.
  ''Nih lihat smart phone baruku bagus ngak?,'' tanya Mona ke teman sekelilingnya, ''kalau menurutku ya anak miskin kaya Gita ngak mungki deh punya smart phone canggih seperti ini.'' Lanjut mona
  ''Eh kalau punya mulut itu di jaga dong jangan asal ceplas-ceplos.'' amarah Gita naik.
  cek cok masih berlangsung keduanya tak ada yang mau mengalah sampai ada satu siswi yang melaporkan kepada guru BK, saat istirahat Gita dan Mona di panggil ke ruangan BK urusan mereka akan di selesaikan oleh 'Sang Penuntas' itulah sebutan bagi guru BK dari para siswa siswi, tak ada hal yang tidak selesai jika berurusan dengannya mulai dari masalah kecil sampai masalah besar.
  Sepulang dari sekolah Gita langsung mencari bapaknya ia mengelilingi rumah dan ia mendapati bapaknya tertidur di kamar.
  ''Di cariin kemana-mana ngak tahunya disini, pah bangun pak bangun.'' ucap Gita sambil meggoyang goyangkan badan bapaknya.
  ''Iya ada apa nak.?'' Tanya bapaknya lirih.
  ''Tadi teman Gita ada yang punya Hand Phone baru, gita beliin Hp baru dong pak.''Pinta Gita.
  ''Kamu kan tahu bapak tidak punya uang, ya mana mungkin bapak bisa belikan kamu Hp baru.''Jawab bapak nya Gita dengan tenang.
  ''Jadi bapak ngak mau beliin Hp buat aku, jadi bapak sudah ngak sayang sama aku!!, AH, mendingan aku pergi saja, dari pada disini, ngak ada yang mau urusin aku.''
  ''Jangan nak jangan pergi.'' Bapaknya Gita berusaha menahan anaknya untuk tidak pergi.
  Hari-hari berlalu, sudah satu minggu Gita kabur dari rumah, saat Gita dalam perjalanan menuju warung dia bertemu dengan seorang laki-laki, tiba-tiba.
  ''Kembalilah kepada orang tuamu dia telah menunggumu, kau tahu rasanya di tinggal anak satu-satunya itu sakitnya seperti apa?, kembalilah dia menunggumu.'' kata orang asing tersebut
  Dada Gita bergetar seakan ada yang mengguncang hatinya ia terperanjak dan langsung lari menuju rumah. Tapi, apa... semua sudah terlambat saat gita melihat bendera kuning sudah berkibar didepan rumahnya.
  ''Ayah,'' ucapnya dengan lirih, ''AYAH!!.'' Gita berlari masuk ke rumah sambil berteriak.


   Inikah yang dinamakan kehilangan, ternyata itu menyakitkan.
    Ayah maafkan diriku yang tak bisa menjagamu dengan baik di saat kau masih ada, tapi sekarang kau tinggal kenangan yang menyayat hati. Sakit rasanya 

Karangasem 2 okteber 2019  Huda Nur Afifudin (Sang Penandai)





  

Posting Komentar

0 Komentar