Ku Bersyukur (2)


Ku Bersyukur (2)


Keresahan hati melanda disaat kabar mengejutkan itu datang. dalam berita yang dilihatnya di tv, lokasi kerja suaminya terkena bencana alam yang cukup besar.  Ya Allah, apa lagi ini?
Quinsha merapalkan do’a dalam hati semoga suaminya baik-baik saja, sedangkan mulutnya tak henti-henti mengucapkan tasbih, tahmid, dan takbir.

          “Ya Allah, Ya Rohman. Berilah hamba kekuatan untuk menghadapi berita ini Ya Allah.” Uacap Quinsha lirih menahan rasa sesak di dadanya.

Tak lamakemudian, ibu mertuanya datang dari dapur sambil membawa pisang goreng, dan panik ketika melihat menantunya menitikkan air mata. “Nak, kenapa? Kok kamu menitikkan air mata?” tanya Bu Mim lembut nan perhatian.

            “Saya habis menonoton berita di tv, bu. Dan ternyata ada kabar mengejutkan yang saya peroleh.” Jawab Quinsha dengan suara lirih.

Bu Mim mengerutksan kedua alisnya, “Kabar apa itu nak?”

            “Daerah tempat Mas Reza terkena Bencana alam, Bu.” Ekspresi Shocked  terlihat jelas di raut wajah ibu mertuanya. “Innalillahi wa innna ilaihi rojiun.” Ucap Bu Mim yang seketika itu juga ikut lemas mendengar berita tersebut.

            “Lantas apakah kau sudah mencoba menelpon suamimu?” BuMim bertanya dengan penuh perhatian. Sedangka Quinsha menghembuskan nafas dengan perlahan. Layaknya mengurangi rasa sesak yang menggayuti hatinya. “Belum, Bu.”

Dalam hati ia juga takut jikalau Bu Mim marah menghadapi situasi macam ini, situasi yang mengancam anaknya karena harus bekerja demi mendapat rezeki untuk membiayai istri dan calon anaknya. Tapi, tanpa disangka, mertuanya itu malah memeluknya dan mengusap kepalanya dengan penuh kasih sayang, “yang sabar nak. Kita harus bersabar, dan berdoa kepada Allah semoga Reza disana baik-baik saja.” Ujar Bu Mim menenangakan Quinsha.

 Sedangkan Quinsha terharu dan mulai menitikkan air mata. Ia mengangguk mengiyakan saran dari ibu mertuanya itu. Hatinya sedikit menghanagat ketika dirinya berada dalam pelukan BuMim. Setidaknya masih ada orang yang mau mensuportku. Engkaulah yang maha Agung Ya Allah.  Batinnya.

Tak selang berapa lama, pelukan keduanya terlepas. Bu Mim mengangsurkan HP kepada Quinsha supaya ia menelpon suaminya dan menanyakan kabarnya. Ragu-ragu Quinsha mengambil HP dari tangan mertuanya. Bismillahirrohmanirrohim. Ucapnya dalam hati. Dengan kemantapan hati ia menelpon suaminya. Lama sambungan tersebut belum terangkat, hingga akhirnya sambungan yang ke tujuh kali baru diangkat. Alhamdulillah! Telponnya diangkat.

   “Assalamu’alaikum, mas?”

   “Waalaikumussalam my wife, kenapa?”  jawaban dengan nada perhatian di dengarnya. Tanpa komando, air matanya menetes lagi. Rasa lega langsung menghampirinya.
   “Mas nggak kenapa-napa, kan?” Quinsha bertanya dengan suara tercekat

   “Alhamdulillah, baik-baik saja. Maaf tadi tidak bisa angkat telpon karena mas sibuk bantu orang-orang di sini.” Jelas Reza supaya mengurangi kekhawatiran istrinya.

   “Mas kok nggak tanya aku tau dari mana?” tanya Quinsha yang dilliputi rasa keheranan dan lega.

   “Ya tau lah, pasti kamu sudah lihat berita di tv. Nggak mungkin kamu nggak lihat berita tentang daerahnya mas kerja.”  Jawab Reza dengan nada yang jenaka, sehingga membuat tawa ringan  Quinsha keluar.

   “Aku kira, mas kenapa-napa. Sampe aku nangis-nangis disini. Alhamdulilah, mas Reza angkat telponnya, kalo enggak mungkikn aku uadah laporin ke pihak berwenag supaya nyariin mas.” Jelas Quinsh panjang lebar, berganti Reza yang tertawa ringan disana, tak lama kemudian keheningan menyelimuti. Tak ada ucapan dari mulut Reza maupun Quinsha. Keheningan yang menentramkan jiwa bagi keduanya, meskipun berbeda benua dan negara, rasa ingin bersua telah terobatii dengan mendengar suara satu sama lain. Tak lupa, di hati mereka selalu terselip nama Allah.

“Hm, Ya sudah , mas. Kalau begitu mas lanjut saja aktivitas mas yang terhenti. Nanti Quinsah akan memberi tau keadaan mas ke ibu.”

            “Ok, my wife. Uhibbuki fillah. Assalamualaikum Warohmatullah”

            “Waalaikumussalam warohmatullah. Uhibbuka fillah.”
Quinsha menutup sambungan telepon dengan rasa syukur tak terhingga. Bahkan ucapan dzikir didalam hati pun tak henti-henti. Sungguh Allah maha perencana. tidak ada perencana sebaik Allah, bahkan ahli strategi militer saja kalah. Karena Allah maha tahu atas segalanya, karena Allah adalah pencipta alam semesta.

Bersambung





(Aghnia jihan)                                                                                 Paciran, 21 September 2019


Posting Komentar

0 Komentar